BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelaksanaan komunikasi, bahasa dan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan biar proses komunikasi sanggup berjalan dengan lancar. Setiap insan niscaya melaksanakan komunikasi, baik secara verbal maupun non verbal. Komunikasi merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir dan selama proses kehidupannya, insan akan selalu terlibat dalam tindakan-tindakan komunikasi.
Bahasa yang disampaikan komunikator terhadap pendengar harus terang dan sanggup dimengerti oleh pendengar. Dengan bahasa yang baik sanggup memperlancar komunikasi antara komunikator dan pendengarnya itu sendiri. Manusia ialah makhluk individu dan makhluk sosial. Dalam hubungannya dengan insan sebagai makhluk sosial, terkandung suatu maksud bahwa insan bagaimanapun juga tidak sanggup terlepas dari individu yang lain. Secara kodrati insan akan selalu hidup bersama. Hidup bersama antar insan akan berlangsung dalam banyak sekali bentuk komunikasi dan situasi yang mempengaruhinya. Komunikasi sanggup terjadi pada siapa saja, baik antar guru dengan muridnya, orangtua dengan anaknya, pimpinan dengan bawahannya, antara sesama karyawan dan lain sebagainya. Melakukan komunikasi merupakan cuilan terpenting dari semua aktivitas, biar timbul pengertian dalam menuntaskan kiprah masing-masing. Komunikasi merupakan proses penyampaian ide, pemikiran, pendapat dan isu ke suatu tempat tujuan serta menjadikan reaksi umpan balik.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1. Apakah pengertian definisi dan fungsi komunikasi verbal?
1.2.2. Apakah macam-macam keterbatasan bahasa dalam berkomunikasi?
1.2.3. Apakah yang dimaksud kerumitan makna kata ( Bahasa kawasan vs Bahasa daerah dan Bahasa Indonesia)?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian definisi dan fungsi komunikasi verbal.
1.3.2. Mengetahui macam-macam keterbatasan bahasa dalam berkomunikasi
1.2.1. Apakah pengertian definisi dan fungsi komunikasi verbal?
1.2.2. Apakah macam-macam keterbatasan bahasa dalam berkomunikasi?
1.2.3. Apakah yang dimaksud kerumitan makna kata ( Bahasa kawasan vs Bahasa daerah dan Bahasa Indonesia)?
1.3. Tujuan
1.3.1. Mengetahui pengertian definisi dan fungsi komunikasi verbal.
1.3.2. Mengetahui macam-macam keterbatasan bahasa dalam berkomunikasi
1.3.3. Mengetahui kerumitan makna kata ( Bahasa kawasan vs Bahasa daerah dan Bahasa Indonesia)
Sumber http://kickfahmi.blogspot.com
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Fungsi Komunikasi Verbal
Yang dimaksud dengan komunikasi verbal ialah komunikasi yang memakai simbol-simbol atau kata-kata yang dinyatakan secara oral atau verbal maupun secara tertulis. Komunikasi verbal merupakan karakteristik dari manusia, tidak ada makhluk lain yang sanggup memberikan banyak sekali macam arti dengan kata-kata. Kata sanggup menjadikan individu untuk menyatakan wangsit yang lengkap secara komprehensip dan tepat. Komunikasi verbal dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi tulisan. Komunikasi verbal didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu proses dimana seorang komunikator berinteraksi secara verbal dengan pandangan untuk mempengaruhi komunikan. Komunikasi secara verbal ini berupa percakapan interpersonal dengan tatap muka, melalui telepon, televisi dan lain- lain. Sedangkan komunikasi dalam bentuk goresan pena ialah keputusan yang akan disampaikan dengan bahasa goresan pena yang ditulis pada kertas atau berupa surat, memo, laporan dan lain- lain.
Simbol atau pesan verbal ialah semua jenis simbol yang memakai satu kata atau lebih. Bahasa sanggup juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Deddy Mulyana, 2005). Bahasa sanggup didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan hukum untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang dipakai dan dipahami suatu komunitas.
Jalaluddin Rakhmat (1994), mendefinisikan bahasa secara fungsional dan formal. Secara fungsional, bahasa diartikan sebagai alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan gagasan. Ia menekankan dimiliki bersama, alasannya ialah bahasa hanya sanggup dipahami jikalau ada komitmen di antara anggota-anggota kelompok sosial untuk menggunakannya. Secara formal, bahasa diartikan sebagai semua kalimat yang terbayangkan, yang sanggup dibentuk berdasarkan peraturan tatabahasa. Setiap bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus disusun dan dirangkaikan supaya memberi arti.
Tatabahasa mencakup tiga unsur: fonologi, sintaksis, dan semantik. Fonologi merupakan pengetahuan ihwal bunyi-bunyi dalam bahasa. Sintaksis merupakan pengetahuan ihwal cara pembentukan kalimat. Semantik merupakan pengetahuan ihwal arti kata atau gabungan kata-kata.
Menurut Larry L. Barker (dalam Deddy Mulyana,2005), bahasa mempunyai tiga fungsi: penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transmisi informasi.
Penamaan atau penjulukan merujuk pada perjuangan mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga sanggup dirujuk dalam komunikasi.
Penamaan atau penjulukan merujuk pada perjuangan mengidentifikasikan objek, tindakan, atau orang dengan menyebut namanya sehingga sanggup dirujuk dalam komunikasi.
Fungsi interaksi menekankan menyebarkan gagasan dan emosi, yang sanggup mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa, informasi sanggup disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Melalui bahasa, informasi sanggup disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Cansandra L. Book (1980), dalam Human Communication: Principles, Contexts, and Skills, mengemukakan biar komunikasi kita berhasil, setidaknya bahasa harus memenuhi tiga fungsi, yaitu:
· Mengenal dunia di sekitar kita. Melalui bahasa kita mempelajari apa saja yang menarik minat kita, mulai dari sejarah suatu bangsa yang hidup pada masa kemudian hingga pada kemajuan teknologi ketika ini.
· Berhubungan dengan orang lain. Bahasa memungkinkan kita bergaul dengan orang lain untuk kesenangan kita, dan atau mempengaruhi mereka untuk mencapai tujuan kita. Melalui bahasa kita sanggup mengendalikan lingkungan kita, termasuk orang-orang di sekitar kita.
· Untuk membuat koherensi dalam kehidupan kita. Bahasa memungkinkan kita untuk lebih teratur, saling memahami mengenal diri kita, kepercayaan-kepercayaan kita, dan tujuan-tujuan kita.
2.2 Keterbatasan Bahasa
Keterbatasan Bahasa tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut :
· Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
Kata-kata ialah kategori-kategori untuk merujuk pada objek tertentu: orang, benda, peristiwa, sifat, perasaan, dan sebagainya. Tidak semua kata tersedia untuk merujuk pada objek. Suatu kata hanya mewakili realitas, tetapi buka realitas itu sendiri. Dengan demikian, kata-kata intinya bersifat parsial, tidak melukiskan sesuatu secara eksak.
· Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, contohnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
· Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
Kata-kata bersifat ambigu, alasannya ialah kata-kata merepresentasikan persepsi dan interpretasi orang-orang yang berbeda, yang menganut latar belakang sosial budaya yang berbeda pula. Kata berat, yang mempunyai makna yang nuansanya beraneka ragam. Misalnya: badan orang itu berat; kepala saya berat; ujian itu berat; dosen itu memperlihatkan hukuman yang berat kepada mahasiswanya yang nyontek.
· Kata-kata mengandung bias budaya.
Bahasa terikat konteks budaya. Oleh alasannya ialah di dunia ini terdapat banyak sekali kelompok insan dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan jikalau terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda namun dimaknai secara sama. Konsekuensinya, dua orang yang berasal dari budaya yang berbeda boleh jadi mengalami kesalahpahaman ketiaka mereka memakai kata yang sama. Misalnya kata awak untuk orang Minang ialah saya atau kita, sedangkan dalam bahasa Melayu (di Palembang dan Malaysia) berarti kamu.
Komunikasi sering dihubungkan dengan kata Latin communis yang artinya sama. Komunikasi hanya terjadi jikalau kita mempunyai makna yang sama. Pada gilirannya, makna yang sama hanya terbentuk jikalau kita mempunyai pengalaman yang sama. Kesamaan makna alasannya ialah kesamaan pengalaman masa kemudian atau kesamaan struktur kognitif disebut isomorfisme. Isomorfisme terjadi jikalau komunikan-komunikan berasal dari budaya yang sama, status sosial yang sama, pendidikan yang sama, ideologi yang sama; pendeknya mempunyai sejumlah maksimal pengalaman yang sama. Pada kenyataannya tidak ada isomorfisme total.
· Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Dalam berbahasa kita sering mencampuradukkan fakta (uraian), penafsiran (dugaan), dan penilaian. Masalah ini berkaitan dengan dengan kekeliruan persepsi. Contoh: apa yang ada dalam pikiran kita ketika melihat seorang laki-laki cukup umur sedang membelah kayu pada hari kerja pukul 10.00 pagi? Kebanyakan dari kita akan menyebut orang itu sedang bekerja. Akan tetapi, tanggapan sesungguhnya bergantung pada: Pertama, apa yang dimaksud bekerja? Kedua, apa pekerjaan tetap orang itu untuk mencari nafkah? .... Bila yang dimaksud bekerja ialah melaksanakan pekerjaan tetap untuk mencari nafkah, maka orang itu memang sedang bekerja. Akan tetapi, jikalau pekerjaan tetap orang itu ialah sebagai dosen, yang pekerjaannya ialah membaca, berbicara, menulis, maka membelah kayu bakar sanggup kita anggap bersantai baginya, sebagai selingan di antara jam-jam kerjanya.
Ketika kita berkomunikasi, kita menterjemahkan gagasan kita ke dalam bentuk lambang (verbal atau nonverbal). Proses ini lazim disebut penyandian (encoding). Bahasa ialah alat penyandian, tetapi alat yang tidak begitu baik (lihat keterbatasan bahasa di atas), untuk itu dibutuhkan kecermatan dalam berbicara, bagaimana mencocokkan kata dengan keadaan sebenarnya, bagaimana menghilangkan kebiasaan berbahasa yang mengakibatkan kerancuan dan kesalahpahaman.
2.3 Kerumitan Makna Kata
Makna muncul dari kekerabatan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia. Makna tidak menempel pada kata-kata namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Jadi, tidak ada kekerabatan pribadi antara suatu objek dan simbol yang dipakai untuk mempresentasikannya.
Makna kata sanggup pula digolongkan ke dalam makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalh mak na bekerjsama (faktual), sedangkan makna konotatif lebih bersifat subjektif daripada makna denotatif. Contoh dua kata yang merujuk pada objek yang sama, namun memberi gambaran yang berbeda. Pada umumnya merasa “pramuniaga” itu lebih bergengsi daripada pelayan toko. Sehingga banyak bahasa yang mempunyai kata yang sama namun mempunyai makna yang berbeda itu terjadi antara bahasa kawasan vs bahasa kawasan dan bahasa kawasan vs bahasa Indonesia.
2.3.1 Bahasa kawasan vs Bahasa daerah
Di kehidupan sosial terdapat banyak sekali kelompok insan dengan budaya dan subbudaya yang berbeda, tidak mengherankan jikalau terdapat kata-kata yang (kebetulan) sama atau hampir sama tetapi dimaknai secara berbeda, atau kata-kata yang berbeda, atau kata-kata yang berbeda,namun dimaknai secara sama. Sehingga, apabila terdapat dua orang yang berbeda budaya saling berkomunikasi sanggup saja terjadi kesalahpahaman ketika mereka memakai kata yang sama namun berbeda makna. Misalnya kata awak untuk bahasa minang berarti “saya” atau “kita” sedangkan dalam bahasa Melayu berarti “kamu”.
Selain itu terdapat sejumlah kata yang sama contohnya dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa namun punya arti yang berbeda. Kata sare (tidur) dan dahar (makan) yang merupakan kata halus untuk orangtua dalam bahasa Jawa, ternyata hanya boleh dipakai untuk sobat sebaya yang sudah dekat di kawasan Sunda. Selain itu kata “bujur” berarti pantat bagi orang Sunda, ternyata berarti terima kasihbagi orang batak (Karo), sedangkan orang Kalimantan Selatan (Banjar) berarti benar.
2.3.2 Bahasa kawasan vs Bahasa Indonesia
Sejumlah kata dalam bahasa kawasan juga digunkan dalam bahasa Indonesia atau sebaliknya, kata-kata Indonesia diselipkan dalam bahasa daerah, namun artinya sangat jauh berbeda. Misalkan kata ”sok” dalam bahasa betawi atau Indonesia berarti sombong sedangkan dalam bahasa Sunda berarti silahkan. Kata pedes dalam bahasa Sunda ialah merica dalam bahasa Indonesia, yang sanggup saja diartikan pedas oleh orang non-Sunda. Sedangkan pedas ialah lada dalam bahasa Sunda, sementara dalam bahasa Indonesia lada itu sama dengan merica.
Apabila kesalahpahaman sanggup terjadi dalam penggunaan kata yang merujuk pada objek nyata atau kejadin yng sederhana, sanggup dibayangkan betapa sulitnya untuk menjelaskan sesuatu yang bermakna abnormal kepada orang lain ibarat cinta, kebebasan, kebenaran, keadilan kejujuran keberhasilan kesopanan dan sebagainya. Konsep-konsep ini sering menjadikan kesulitan dalam komunikasi, antara lain alasannya ialah tidak ada objek fisiknya yang sanggup dirujuk.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi verbal ialah komunikasi yang memakai simbol-simbol atau kata-kata yang dinyatakan secara oral atau verbal maupun secara tertulis. Simbol atau pesan verbal ialah semua jenis simbol yang memakai satu kata atau lebih.
Fungsi interaksi menekankan menyebarkan gagasan dan emosi, yang sanggup mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa, informasi sanggup disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Melalui bahasa, informasi sanggup disampaikan kepada orang lain, inilah yang disebut fungsi transmisi dari bahasa. Keistimewaan bahasa sebagai fungsi transmisi informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi kita.
Keterbatasan Bahasa tersebut sanggup diuraikan sebagai berikut :
· Keterbatasan jumlah kata yang tersedia untuk mewakili objek.
· Kata-kata sifat dalam bahasa cenderung bersifat dikotomis, contohnya baik-buruk, kaya-miskin, pintar-bodoh, dsb.
· Kata-kata bersifat ambigu dan kontekstual.
· Kata-kata mengandung bias budaya.
· Percampuranadukkan fakta, penafsiran, dan penilaian.
Kerumitan makna kata sanggup terjadi antara bahasa kawasan vs bahasa kawasan dan bahasa kawasan vs bahasa Indonesia. Bahasa kawasan vs bahasa kawasan contohnya kata awak untuk bahasa minang berarti “saya” atau “kita” sedangkan dalam bahasa Melayu berarti “kamu”. Sedangkan bahasa kawasan vs bahasa Indonesia misalkan kata ”sok” dalam bahasa betawi atau Indonesia berarti sombong sedangkan dalam bahasa Sunda berarti silahkan.
3.2 Saran
Dalam memberikan informasi harus memperhatikan lawan bicara atau akseptor informasi, baik dari segi usia, pengetahuan, situasi dan kondisi waktu penyampaiannya, biar dengan begitu pesan atau informasi yang kita sampaikan menerima akhir yang positif dan memusat.
Daftar pustaka
Deddy Mulyana, 2005, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Jalaludin Rakhamat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung, Remaja Rosdakarya.
Sumber http://kickfahmi.blogspot.com
Buat lebih berguna, kongsi: