Otonomi Perguruan Tinggi Negeri
MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Dosen Pengampu: Mohamad Anas, M. Phil
Oleh :
Dwi Intan Fitriani 105040101111126
PROGAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Untuk meningkatkan kualitas, perguruan tinggi negeri diberi dua pilihan dengan menjadi Perguruan Tinggi Negeri yang menerapkan contoh pengelolaan keuangan tubuh layanan umum atau berbadan hukum. Pilihan ini ditawarkan dalam RUU Pendidikan Tinggi yang sedang dibahas DPR. Kedua pilihan ini harus diubahsuaikan dengan dasar, tujuan, dan kemampuan masing-masing perguruan tinggi negeri (PTN). Karena itu, pemberian otonomi dilakukan secara selektif setelah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh memperlihatkan penilaian kinerja. ”Pembahasan dan upaya perbaikan peraturan perundang-undangan terus dilakukan biar kualitas Perguruan Tinggi Negeri semakin baik,” kata anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi Negeri berbadan aturan memang dikhawatirkan sejumlah pihak akan menjadi semacam Perguruan Tinggi Negeri tubuh aturan milik negara yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi sebab bersifat komersial. Namun, di sisi lain, Indonesia membutuhkan Perguruan Tinggi Negeri unggulan yang berdaya saing internasional sehingga dibuat Perguruan Tinggi Negeri berbadan hukum.
Agar tidak komersial, Perguruan Tinggi Negeri berbadan aturan dikunci dengan sifatnya yang tidak boleh
komersial atau nirlaba. Artinya, jikalau pendapatan Perguruan Tinggi Negeri tinggi, harus dikembalikan untuk pengembangan PTN. Selain itu, dalam hal pembayaran biaya pendidikan, besarnya juga harus sesuai kemampuan masing-masing mahasiswa.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengesahan Rancangan Undang-Undang Perguruan Tinggi Negeri (RUU PTN) masih menjadi tarik ulur sebab beberapa subtansi pengaturan. Sebelumnya Undang-Undang Nomor 9 tahun 2009 perihal Badan Hukum Pendidikan telah di mentahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009. UU BHP berpotensi merugikan (potential injury) warga negara dalam hal mendapat jalan masuk pendidikan yang dijamin dalam konstitusi. hal tersebut sebab status otonomi akan mengakibatkan negara melepas tanggung jawab untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merata. otonomi menjadikan Perguruan Tinggi Negeri sanggup membebankan biaya pendidikan kepada akseptor didik dan masyarakat. Pasca dimentahkannya UU BHP, pemerintah dan komisi X dewan perwakilan rakyat dikala ini sedang menggodok UU PTN. semangat yang diusung yaitu sama yakni memperlihatkan payung aturan status otonom PTN.
Saat ini banyak yang berpendapat bahwa dengan adanya status otonomi pada Perguruan Tinggi Negeri maka akan berkonsekuensi pada lepasnya kewajiban pemerintah untuk membiayai universitas yang berstatus otonom. Selain itu akan ada kerancuan terhadap status tenaga pendidik apakah sebagai PNS atau sebagai karyawan di institusi pendidikan dalam hal ini berstatus otonom (badan hukum), yang menjadi kekhawatiran masyarakt luas yaitu mahalnya biaya kuliah yang akan dibebankan kepada akseptor didik yakni mahasiswa. Selain itu banyak pihak yang menilah bahwa status otonom sanggup dimanfaatkan sebagai sarana komersialisasi. Sehingga banyak yang khawatir universitas akan dijalankan ibarat perusahaan yang menyedot dana masyarakat dan dikelola tanpa mengindahkan prinsip good university governance.
Bantuan pemerintah
Dalam RUU PT juga dinyatakan, pendanaan perguruan tinggi harus mendapat derma dari pemerintah sentra ataupun pemerintah daerah. Bahkan, dewan perwakilan rakyat meminta supaya besarnya anggaran operasional untuk perguruan tinggi dari pemerintah sekurang- kurangnya 2,5 persen dari anggaran fungsi pendidikan. Seperti halnya derma operasional sekolah (BOS) di jenjang pendidikan dasar dan menengah, derma untuk Perguruan Tinggi Negeri akan dimanfaatkan antara lain untuk pembelian kertas, alat kebersihan, dan materi praktikum. Bantuan itu juga bisa dimanfaatkan untuk menggaji dosen meski jumlahnya akan dibatasi. Selain itu Mendikbud menyatakan bekerjsama ada hal-hal yang menggembirakan dalam RUU PT ini. Pendidikan vokasi bisa dilaksanakan sampai jenjang magister dan doktor. Selain itu, dikenalkan juga bentuk perguruan tinggi baru, yakni perguruan komunitas atau diploma satu dan dua sesuai potensi daerah.
Status Otonom
Para Founding fathers pendidikan di Indonesia dulu setuju bahwa untuk mensejajarkan fungsi perguruan tinggi Indonesia dengan Perguruan tinggi di Eropa dan Amerika maka Perguruan Tinggi Negeri harus berbentuk tubuh aturan yang otonom. Otonom disini maksudnya bahwa negara harus menyelenggarakan universitas yang berbentuk tubuh aturan dan mempunyai kemerdekaan seluas-luasnya dalam mengabdi ilmu pengeahuan (Soenario Kolopaking). Lalu dalam Magna Charta Universitatum, otonomi yaitu keseluruhan kemampuan intitusi untuk mencapai misinya berdasarkan pilihannya sendiri. Sehingga suatu universitas tidak berada di bawah kementerian pendidikan biar sanggup berkembang sesuai dengan fungsi universitas. berdasarkan Soepomo yakni universitas sebagai sentra ilmu pengetahuan dan kebudayaan dan tempat dilahirnkannya para pemimpin bangsa. jadi perguruan otonomi dalam hal akademik dan nonakademk bagi perguruan negeri diharapkan biar perguruan tinggi mempunyai kualitas dan mutu yang baik.
Pembentukan Badan Hukum
Kemungkinan pembentukan tubuh aturan pendidikan tinggi (BHPT) gres tersebut memang diatur dalam RUU PT, termasuk versi 22 Februari 2012. Pasal 70 ayat (2) berbunyi “PTN didirikan oleh Pemerintah dengan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah bagi yang berbentuk tubuh aturan pendidikan nirlaba”; ayat (2) “PTS didirikan oleh masyarakat dengan membentuk tubuh penyelenggara yang berbadan aturan bersifat nirlaba”. Pasal ini merupakan titik masuk untuk pembentukan BHPT baru, sekaligus memperkuat status PT BHMN yang ada. Hanya, problemnya adalah, jikalau keberadaan PT BHMN dipayungi dengan Pasal 70 ayat (2) tersebut, maka payung aturan mereka juga sama, hanya peraturan pemerintah (PP) saja. Pembentukan BHPT yang diatur dalam UU PT jauh lebih besar lengan berkuasa dan terkontrol oleh publik. Kalau didasarkan pada PP, selain kurang kuat, minim kontrol sebab PP dan perpres yaitu domain pemerintah.
Salah satu perdebatan yang masih alot dalam RUU PT yaitu kemungkinan membentuk BHPT tersebut. Juga adanya pengelompokan PT berdasarkan status, ibarat otonom, semiotonom, dan otonom terbatas. Pengelompokan itu tidak akan mengubah kondisi yang ada dikala ini, yaitu PT yang diselenggarakan oleh pemerintah dikelompokkan menjadi PT BHMN, Perguruan Tinggi Negeri dengan contoh administrasi tubuh layanan umum (BLU) dan PTN. Hanya, dalam pembahasan belakangan, kata ”status” diganti dengan ”pola”, sehingga pengelompokan tersebut lebih mengacu ke pengelolaan keuangannya bukan pada status.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dengan adanya status otonomi pada Perguruan Tinggi Negeri maka akan berkonsekuensi pada lepasnya kewajiban pemerintah untuk membiayai universitas yang berstatus otonom. Selain itu akan ada kerancuan terhadap status tenaga pendidik apakah sebagai PNS atau sebagai karyawan di institusi pendidikan dalam hal ini berstatus otonom (badan hukum), yang menjadi kekhawatiran masyarakt luas yaitu mahalnya biaya kuliah yang akan dibebankan kepada akseptor didik yakni mahasiswa. Selain itu banyak pihak yang menilah bahwa status otonom sanggup dimanfaatkan sebagai sarana komersialisasi. Sehingga banyak yang khawatir universitas akan dijalankan ibarat perusahaan yang menyedot dana masyarakat dan dikelola tanpa mengindahkan prinsip good university governance.
Saran
Dengan adanya RUU ini diharapkan adanya perbaikan dibidang Pendidikan khususnya Perguruan Tinggi seluruh Indonesia. Bukan justru dijadikan alat untuk komersialisai oleh pihak Universitas.
DAFTAR PUSTAKA
Wibowo, M. 2012. Ada Apa dengan RUU PTN. http://aprian-wibowo.blog.ugm.ac.id /2012/ 05/ 01/ada-apa-dengan-ruu-ptn/. Diaksea Tanggal 20 Mei 2012
Yuyun, 2012. Otonomi Perguruan Tinggi Negeri Selektif. http://edukasi.kompas.com/read/2012/04/ 05/04130746/ Otonomi.PTN.Selektif Diakses Tanggal 20 Mei 2012
Sumber http://kickfahmi.blogspot.com
Buat lebih berguna, kongsi: