Loading...

√ Sejarah Dancok

Bagi kalian yang suka bilang JANCOK.
Uppsss….
Mungkin ada juga yang bilang DANCOK.
Sadarkah kalian akan apa arti dari sebuah DANCOK…?????
Jika tidak paham dan tidak mengerti sebaiknya jangan suka Sok-sokan dengan sering memaki dengan kata-kata JANCOK, DANCOK tau DIANCOK…
…………………………….
Baiklah biar kalian tau makna dan sejarah DANCOK saya akan menunjukkan sedikit pengetahuan dari apa yang telah say abaca di banyak sekali sumber..

Jancok dalam kepastian sejarah masih simpang siur. Namun banyak pemerhati sejarah yang menyepakati bahwa pisuhan ini mulai gaul pada jaman post kolonial. berdasarkan Edi Samson, tim 11 Cagar Budaya Surabaya, jancuk berasal dari bahasa Belanda, yakni yantye ook, yang berarti ‘kamu juga’. Kendati demikian, tidak ada sumber tertulis yang membenarkan bahwa pernyataan Edi Samson tersebut yaitu sebagai asal-usul dari jancuk sendiri

Kata tersebut seringkali diucapkan dan menjadi kata gaul oleh belum dewasa Indo-Belanda sekitar tahun 1930an. Pergeseran pengucapan menjadi jancok itu dilakukan oleh arek surabaya. Hal ini terjadi lantaran di surabaya terdapat perbedaan kelas yang sangat menonjol antara belum dewasa Indo-Belanda dengan belum dewasa pribumi. Kata-kata yang sering diucapkan oleh belum dewasa Indo-Belanda, salah satunya yaitu yantye ook tersebut sering kali dipelesetkan sebagai materi olokan oleh belum dewasa pribumi.
Kata yantye ook sendiri oleh belum dewasa pribumi dipelesetkan menjadi yanty-ok, yang secara ekspresi terdengar [yantcook]. Dalam perkembangannya menjadi kata tersebut menjadi jancuk dan disini mulai muncul pengistilahan yang berbeda-beda dari kata tersebut. Jancok sering dikaitkan dengan dengan secualitas menyerupai “jaluk diencok” yaitu minta disetubuhi.
Namun Arek Pelemahan menganggap jancuk sejatinya berasal dari wilayah mereka. jikalau dilihat dari aspek oral history, anggapan tersebut sanggup diterima, mengingat Pelemahan merupakan salah satu kampung tertua di Surabaya. Warga Pelemahan menganggap bahwa jancuk secara etimologi merupakan abreviasi dari Marijan dan Ngencok. Secara historis mereka menganggap bahwa Marijan, sebagai warga Pelemahan yang gemar bekerjasama secual secara bebas tanpa ikatan pernikahan—dalam bahasa Surabaya disebut ngencok.

Asumsi lain yang mendasarkan jancuk secara etimologis yaitu anggapan bahwa jancuk merupakan abreviasi dari jaran (terj. kuda) dan ngencok. Asumsi inilah yang lebih banyak disepakati oleh masyarakat Surabaya, artinya secara mayoritas, kebanyakan, masyarakat Surabaya menganggap demikian.
Dalam perkembangan yang begitu cepat, kata jancok menjadi populer. jancok menjadi simbol aksen/pengucapan dalam setiap aktifitas Arek Surabaya. Dalam perang kemerdekaan, kata jancok menjadi kata pengobar semanga p0juang selain kata allahu akbar. Coba perhatikan film perjuangan, Surabaya 10 November 1945, jancok dijadikan sebuah ungkapan untuk menumpahkan rasa kesal, kecewa ataupun motifator.

Jancok, Dancok, atau disingkat menjadi Cok (juga ditulis  Jancuk  atau  Cuk,  Ancok atau Ancuk) yaitu sebuah kata yang menjadi ciri khas komunitas masyarakat di Jawa Timur, terutamaSurabaya dan Malang. Meskipun mempunyai konotasi buruk, kata jancok menjadi pujian serta dijadikan simbol identitas bagi komunitas penggunanya, bahkan dipakai sebagai kata sapaanuntuk memanggil diantara teman. [1]
Normalnya, kata tersebut dipakai sebagai umpatan pada ketika emosi meledak, marah, atau untuk membenci dan mengumpat seseorang. Namun, sejalan dengan perkembangan pemakaian kata tersebut, makna kata jancok meluas hingga menjadi simbol keakraban dan persahabatan khas di kalangan sebagian arek-arek Suroboyo.

Etimologi

Menurut Kamus Online Universitas Gadjah Mada , istilah “jancuk, jancok, diancuk, diancok, cuk, atau cok” didefinisikan sebagai “sialan, keparat, brengsek (ungkapan berupa perkataan umpatan untuk mengekspresikan kekecewaan atau sanggup juga dipakai untuk mengungkapkan ekspresi keheranan atas suatu hal yang luar biasa)”

Sejarah

Kata ini mempunyai sejarah yang masih rancu. Kemunculannya banyak ditafsirkan lantaran adanya pelesetan oleh orang-orang terdulunya yang salah tangkap dalam pemaknaannya, dimana versi-versi ini muncul dari beberapa negara tetangga yang orang-orangnya mengucapkan kata yang mempunyai intonasi berbeda namun fon-nya hampir sama. Dikarenakan orang-orang dari beberapa negara tetangga tersebut mengucapkan kata yang hampir menyerupai kata jancok itu dengan ekspresi murka atau geram dan semacamnya, orang-orang Jawa dulu mengartikan kata jancok (menurut pengecap orang Jawa) yaitu kata makian.
Setidaknya terdapat empat versi asal-mula kata Jancok
1. Versi Kedatangan Arab
Salah satu versi asal-mula kata “Jancuk” berasal dari kata Da’Suk. Da’ artinya “meninggalkanlah kamu”, dan assyu’a artinya “kejelekan”, digabung menjadi Da’Suk yang artinya “tinggalkanlah keburukan”. Kata tersebut diucapkan dalam logat Surabaya menjadi “Jancok”.
2. Versi Penjajahan Belanda
Menurut Edi Samson, seorang anggota Cagar Budaya di Surabaya, istilah Jancok atau Dancok berasal dari bahasa Belanda “yantye ook” yang mempunyai arti “kamu juga”. Istilah tersebut popular di kalangan Indo-Belanda sekitar tahun 1930-an. Istilah tersebut diplesetkan oleh para sampaumur Surabaya untuk mencemooh warga Belanda atau keturunan Belanda dan mengejanya menjadi “yanty ok” dan terdengar menyerupai “yantcook”. Sekarang, kata tersebut bermetamorfosis “Jancok” atau “Dancok”.
3. Versi Penjajahan Jepang
Kata “Jancok” berasal dari kata Sudanco berasal dari zaman romusha yang artinya “Ayo Cepat”. Karena kekesalan cowok Surabaya pada ketika itu, kata perintah tersebut diplesetkan menjadi “Dancok”.
4. Versi Umpatan
Warga Kampung Palemahan di Surabaya mempunyai sejarah oral bahwa kata “Jancok” merupakan abreviasi dari “Marijan ngencuk” (“Marijan bekerjasama badan”). Kata encuk merupakan bahasa Jawa yang mempunyai arti “berhubungan badan”[4], terutama yang dilakukan di luar nikah. Versi lain menyebutkan bahwa kata “Jancuk” berasal dari kata kerja “diencuk”. Kata tersebut balasannya bermetamorfosis “Dancuk” dan terakhir bermetamorfosis “Jancuk” atau “Jancok”.

Aroma s3kualitas Dalam Moralitas Bertutur

Dari banyak sekali perkiraan tersebut, sanggup ditarik beberapa kesamaan yang sanggup memunculkan sebuah identifikasi terhadap jancuk sendiri. Pertama, jancuk merupakan ungkapan atau kata sapaan yang bersifat olok-olok, artinya jancuk dipakai sebagai bahasa untuk mengejek, mengolok-olok. Kedua, munculnya ‘aroma’ secualitas yang kental dalam jancuk.
Jancuk yang kental unsur secualitasnya menyerupai abreviasi dari jaran dan ngencok. Dapat diuraikan disini bahwa munculnya kata jaran merupakan simbol laki-laki, simbol keperkasaan. Disamping itu, kuda merupakan simbol sikap liar dan tidak terkendali. Menurut estimologi dari perkiraan jaran dan ngencok tersebut, sanggup ditarik sebuah pengertian eksplisit jaran (kuda) yang sedang bersetubuh. Akan tetapi, berdasarkan Srihono, redaktur majalah Penyebar Semangat, menyampaikan bahwa jancuk itu berarti menuk’e jaran sing diencokno, atau sanggup diartikan sebagai proses mengawinkan kuda.
Berdasarkan keterangan diatas, sanggup ditarik sebuah pemaknaan ihwal ‘kuda yang dikimpoikan (oleh manusia)’. Hal ini terjadi lantaran memang secara alamiah, kuda tidak sanggup melaksanakan persetebuhan dengan betinanya dikarenakan kelamin kuda yang terlalu besar. Sifat kuda yang menyerupai inilah yang kemudian sanggup dikorelasikan dengan karakteristik Arek Surabaya. Tak sanggup dipungkiri pada tahun 1930an-1940an, arek surabaya dikenal sebagai masyarakat yang berwatak keras, dan egaliter—sifat ini yang diturunkan dan menjadi karateristik masyarakat Surabaya hingga kini.
Jancuk dipakai masyarakat Surabaya dalam proses interaksi sosial mereka. Arek Surabaya memakai jancuk ini sebagai suplemen berbahasa sehari-hari. Pada awalnya, tidak ada yang memaknai jancuk ini sebagai kata yang berkonotasi negatif, alasannya yaitu menyerupai yang diungkapkan diatas, bahwa pada hakikatnya jancuk hanyalah merupakan ungkapan yang menerangkan suasana keakraban internal kelompok masyarakat Suarabaya sendiri.
Pada dasarnya jancuk merupakan penanda masyarakat Surabaya yang berwatak keras, bahkan terkesan ‘kasar’. Pernyataan tersebut tidaklah salah, alasannya yaitu memang secara harfiah, jancuk merupakan abreviasi dari kosakata yang ‘ditabukan’, namun disisi lain masyarakat Surabaya dikenal sebagai masyarakat yang dalam proses interaksi sosial menganut sistem masyarakat yang bersifat egaliter. Sistem masyarakat yang bersifat egaliter yaitu sebuah sikap sosial dalam sebuah proses interaksi sosial yang tidak membeda-bedakan manusia, terutama dalam ruang lingkup kelompok sosialnya sendiri, dalam hal status dan derajat sosialnya (Kellner, 2003: 215)

Hal tersebut tampaknya menguatkan kepercayaan bahwa kata jancok sudah merupakan identitas arek Suroboyo, sekaligus kata salam atau sapaan yang menjadi suatu ungkapan yang mengandung arti kedekatan emosi sesuai dengan huruf arek Soroboyo. Namun demikian baik Sabrod. D Marioboro maupun Edi T. Samson menyampaikan dalam penggunaannya harus tetap memperhatikan esensi, situasi, kawasan dan kepada siapa kata itu diungkapkan dan ditujukan. Jangan hingga hanya kerena ‘jancok’ terjadi pertumpahan darah yang menumbangkan persatuan yang selama ini dibina.
Apa makna “Jancok” berdasarkan anda? Apakah anda kerap kali mengucapkan kata Jancuk, Jancok, Cok atau Cuk?


Sumber http://kickfahmi.blogspot.com
Buat lebih berguna, kongsi:

Trending Kini: